Jumat, 01 Januari 2010

DIA PERGI DAN TAK KEMBALI

Waktu itu dipenghujung tahun 1995, seperti sudah tradisi yang sering saya lakukan bersama teman-teman. Saya selalu merayakannya diluar rumah alias digereja or ditempat hiburan. Dan akhir tahun 1995 ini saya berencana akan pergi ke Semarang karena tawaran dari seorang teman. Begitu juga dengan adik saya Wawan (F.X. Hendra Kurniawan), dia pun akan pergi ke Ancol barsama teman-temannya.

Di hari terakhir sebelum saya berangkat keSemarang, saya sempat bertengkar dulu dengan adik saya mengenai pembagian tugas mengepel lantai. Seharusnya memang saya yang bagian mengepel lantai hari itu, cuman karena saya sudah terburu-buru dan hari hampir sore. Akhirnya saya paksa adik saya untuk mengepel lantai, dengan bersungut-sungut dia mengerjakan apa yang saya perintahkan itu sambil berkata “pokoke nanti tiap hari lo bakal ngepel lantai, liat aja” begitu katanya sedikit mengancam. Trus saya balik menjawab “emangnya kamu mau kemana? Mo kost di Bandung? Nggak bisa pokoke akhir minggu harus pulang buat ngepel, enak aja!” hardik saya tidak mau kalah. walhasil dia bukannya takut dengan ucapan saya malah tertawa dan berlalu meninggalkan saya begitu saja di meja setrikaan.

Setelah semua persiapan selesai, saya pamitan dengan mama dan papa untuk pergi ke Semarang. Dan mereka hanya mengiyakan tanpa berbicara banyak, karena jika dilarang pun percuma saya pasti akan pergi juga.

Akhirnya kami berempat pergi ke Semarang untuk merayakan pergantian tahun dengan mobil Taft warna putih milik Gregorius, karena memang kita akan pergi ke rumahnya Mas Greg (begitu saya biasa panggil dia. Di sepanjang jalan saya merasa sangat bahagia sekali karena bisa pergi bersama-sama dengan orang yang selama ini saya sukai, walaupun dalam hati (cinta terpendam rek….).

Pagi hari kami semua telah sampai di Semarang, dan langsung menuju rumahnya Mas Greg di Gombel. Disana kita semua disambut oleh maminya dan langsung disuruh untuk istirahat serta membasuh diri di kamar yang telah disediakan ibunya mas greg untuk kita bertiga.

Setelah selesai membasuh diri kita semua disuruh untuk makan pagi dan beristirahat kembali. Malamnya kami berempat pergi berkeliling-keliling Semarang, mas greg memperkenalkan kita pada kegiatan yang sering dia lakukan sewaktu masih tinggal di semarang yaitu PMR… dan dia juga bilang malam pergantian tahun nanti lebih baik kita naik mobil Ambulance aja biar cepet sampai ke simpang lima, masalahnya macet dan pasti kalo bawa kendaraan tidak bisa begerak. Kita bertiga sich setuju-setuju aja lah wong kita tidak tahu apa-apa mengenai Semarang.

Pagi harinya kita semua tidak ada kegiatan kemana-mana paling – paling cuman diajakin makan ketempat keluarga itu biasa lakukan, dan kembali lagi kerumah untuk istirahat karena mengingat malamnya pasti kita begadang dech. Malam dipenghujung tahun kami berempat akhirnya pergi juga ke simpang lima, ternyata memang benar. Daerah tersebut benar-benar macet dan mobil susah begerak, akhirnya kita berempat pergi naik mobil Ambulance juga. Sungguh benar-benar pengalaman yang tidak terlupakan … ehhehe…

10 .. 9..8..7..6..5..4..3..2..1 … tututuutututuutuuu itulah bunyi terompet tanda jam sudah menunjukan angka 12 dan awal tahun 1996 dimana babakan baru akan segera dimulai. Setelah mengucapkan Selamat Tahun Baru satu sama lain, Saya akhirnya menawarkan kepada Mas Greg dan teman-teman yang laennya “bagaimana kalo besok kita ke Yogyakarta ketempat simbah saya?” tanpa pikir-pikir panjang mereka akhirnya menyetujui saran dari saya.

Setelah pamitan dengan Ibunya Mas Greg kita semua pergi ke Yogyakarta tapi sebelum sampai ketempat simbah saya, kami makan dulu di Malioboro. Selesai makan saya minta diantarkan ketempat Simbah Saya di Kaliurang-Pakem, sampai disana Simbah bingung “koq saya masih disini? dan bukannya dirumah saja? “ Saya jadi tambah bingung sambil berkata begini “ Mbah emangnya di Bekasi ada apa? Lah wong semua orang pergi koq terutama Wawan, gimana sich Simbah?” Simbah makin tambah bingung katanya “Kamu bener-benar tidak tahu?” “iya” jawab Saya tambah bingung juga langsung Bulek Saya mengatakan “Sejak kapan Kamu meninggalkan Bekasi?” Saya langsung menjawab sambil bingung juga dengan segala ucapan mereka “sejak sebelum tahun baru Bulek?, dan memangnya ada apa ya?” akhirnya Bulek saya menjelaskan bahwa adik saya telah meninggal. Mendengar itu seperti sekujur tubuh saya serasa lemes mo jatuh dan tidak percaya dengan pembicaraan tadi. Saya masih ragu langsung saya bilang “lah wong Wawan tuch kemaren terakhir saya ketemu dia bilang mo pergi ke Ancol mo tahun baruan, koq bisa?”. “tolong jelaskan duduk permasalahannya?” begitu kata saya lagi, akhirnya bulek saya menjelaskan secara terperinci saya tidak bisa berbicara apa-apa dipikiran saya blank bingung mo melakukan apa? Akhirnya malam itu saya pergi cari tiket kereta api ternyata tidak mendapatkannya karena penuh sudah full …. Hugh…

Di sela-sela kekecewaan dan rasa frustasi akhirnya Om Bowo bilang “sudah nanti bareng Om saja tak anter kamu ke Jakarta tapi mampir dulu ya ke Tegal buat pamitan”. Perlu diketahui om saya yang satu ini bernama Prabowo dia bekerja di Tegal jadi bolak balik Tegal – Yogyakarta. Dan setelah Om berbicara itu dia langsung bilang “sudah sekarang kamu istirahat dulu di rumah Simbah saya di brangetan dekat dengan kampus UGM trus besok pagi kita langsung siap-siap jalan, sekalian menunggu bulek inuk dan suaminya ke Yogyakarta karena katanya dia mo ikut sekalian ke Bekasi”. Malam makin larut pikiran saya menerawang jauh ke adik saya, memikirkan lelucon dia yang kadang-kadang bikin saya naik pitam yang akhirnya berbuntut kita berdua ribut besar, setelah lelah memikirkan akhirnya saya tertidur lelap.

Pagi harinya sayup-sayup terdengar ada seseorang membangunkan dan memanggil- manggil nama saya “Lin…. Lin… bangun… lin…” pelan-pelan saya membuka mata antara sadar dan tidak sadar, dengan sorotan matahari yang menyilau mata saya melihat Wawan datang menggunakan jas warna abu-abu. Dia hanya tersenyum tanpa mengucapkan sepatakata pun …. Kemudian “hey… bangun….. koq malah bengong … bangun… sudah pagi….” Kata Om Bowo terhadap saya. Dan pelan-pelan saya sadar serta tak percaya sambil mengucek mata saya berulang-ulang untuk meyakinkan lagi siapa sebenarnya yang berada dikamar itu tapi setelah kesadaran yang penuh saya melihat wajah Om Bowo. Dia menggunakan jas warnanya hitam yang katanya “hari ini Om mau rapat dulu dengan Big Bosnya, jadi kita tunda dulu perginya setelah Om selesai rapat ya…?”. Ya sudah dech mo bagaimana lagi, saya cuman bisa menunggu tanpa bisa berkata apa-apa lagi. Sore harinya Bulek Minuk datang bersama suaminya Om Tono dia bawa-bawa pakaian dan siap pergi mengantar saya buat balik ke Bekasi.

Sore menjelang malam akhirnya saya, Bulek, Om Bowo dan om Tono berangkat dengan menggunakan mobil carry milik Om Bowo cuman kita semua tidak langsung ke Bekasi jadi harus mampir dulu ke Tegal tempat dimana Om Bowo bekerja. Disana tidak lama-lama hanya pamitan dengan atasannya om bowo, dan setelah itu kita semua langsung ke Bekasi.

Pagi harinya pas bertepatan dengan tujuh harinya Wawan meninggal, saya baru sampai dirumah dan saya disambut oleh Kedua Orangtua, Sepupu-Sepupu, Pakde, Bude, dan Bulek Win serta Om Edi sambil terisak-isak menangis serta menyesali kenapa baru hari ke 7 sampai di rumah. Dan saya langsung masuk kedalam tidak bisa bicara apa-apa sambil melihat-lihat foto-foto adik saya untuk yang terakhir kalinya kalinya………… pas saya buka halaman pertama foto itu saya langsung diam dan mengingat kembali waktu kejadian dikamar tersebut, pakaian yang digunakan adik saya dalam peti yaitu jas warna abu-abu…. Ternyata saya pagi itu tidak bermimpi, Wawan benar-benar datang untuk berpamitan dengan saya……. Huhuuhhuuuuuuhhuuu……………

Setelah melihat-lihat foto-foto saya langsung mandi, dan sarapan. Hari itu Papa-Mama mengantarkan saya, Bulek Inuk, Om Bowo dan Om Tono ke tempat peristirahatan adik saya yang terakhir yaitu di Pondok Bambu. Tempatnya tidak menyeramkan konsep dari Pemakaman Pondok Bambu dibuat agar penziarah nyaman berada didalamnya, disana saya langsung berdoa dan meminta maaf karena tidak sempet datang pada saat dia menghembuskan nafasnya yang terakhir.

Selesai dari sana orang tua saya menjelaskan kronologis bagaimana adik saya satu-satunya itu meninggal, waktu sebelum tahun baru pagi-pagi Wawan pamitan dengan Papa-Mama “mo pergi kerumah temennya dan katanya nanti malam mo ke Ancol untuk merayakan tahun baru”. Akhirnya papa saya mengijinkan dan membiarkan dia pergi, tapi ternyata malam tahun baru 1995 adalah malam dimana adik saya terakhir kalinya merayakan dengan teman-temannya. Mereka pergi ke Palabuhan Ratu merayakan malam tahun baru disana, sepulang dari merayakan tahun baru dengan kondisi tidak tidur sama sekali adik saya pulang kembali ke Jakarta dengan melalui Jalan Jagorawi. Ditengah jalan subuh-subuh ban mobil pecah, karena kelebihan muatan dan terus menerus berjalan tidak pernah henti. Padahal setahu saya ke 4 ban tersebut baru diganti sekitar dua minggu yang lalu berarti khan seharusnya masih bisa bertahan lama. Tapi karena muatan yang over itu lah penyebab ban pecah. Mobil Panther warna merah adalah mobil yang disetir adik saya terakhir kalinya dengan muatan 13 orang yang berada didalam sana. Sungguh angka yang tidak terduga begitu banyak orang yang ada dimobil tersebut, saya benar-benar kecewa dengan teman-temannya. Yang hanya mementingkan ke egoisannya atau kesetiakawanannya sampai-sampai mereka tidak memikirkan betapa bahayanya jika kelebihan muatan. Karena terlalu muda dan belum tahu bagaimana bisa mengendalikan ban pecah dalam kondisi di jalan bebas hambatan, terlalu lelah dari pagi belum beristirahat, dan kelebihan muatan sehingga menyebabkan semuanya itu terjadi. Pas pagi naas itu mereka terguling-guling didalam mobil, setelah mobil kembali keposisi mereka semua berhamburan keluar. Adik saya keluar dengan memegang kepalanya sambil minta pertolongan pengendara yang lewat. Lama sekali bantuan tidak kunjung datang akhirnya ada seorang Bapak berhenti dan menolong mereka serta memanggilkan Ambulance. Disana Adik Saya terus memegang kepalanya yang katanya “koq pusing banget ya…” setelah mengatakan itu akhirnya dia terjatuh pingsan. Sesampainya dirumah sakit adik saya tersadar dan sempat memberikan nomor telepon rumah kepada Pak Polisi. Akhirnya karena pelayanan yang lama dan pusing yang tidak tertahankan adik saya mengatakan kepada temannya begini “saya benar-benar sudah tidak kuat, kepala saya pusing dan berat sekali” setelah mengatakan itu dia tidur… tidur untuk selamanya….

Tidak beberapa lama setelah itu Mama-Papa saya datang dan mendapati adik saya sudah tidak bernyawa lagi…. Tangisan keduannya sudah tidak terbendung lagi… mereka meraung-raung sejadi-jadinya…. Dan Itulah kronologis dari kejadian tersebut, Sayang dan teramat disayangkan memang Adik Saya yang waktu itu berusia 17 tahun harus berakhir dan meninggalkan Kami orang-orang yang mencintainya pergi untuk selama-lamanya. Belum sempet dia merasakan kuliah, kerja dan membaktikan dirinya kepada Tuhan, Orang Tua, Bangsa dan Negara sudah pergi lebih dulu…..

F.X Hendra Kurniawan, ternyata kamu meninggalkan kami dengan cara seperti itu……. Dimana awal tahun 1996 yang seharusnya akan berkuliah di Bandung ternyata harus putus ditengah jalan untuk selama-lamanya, benar-benar Awal Tahun yang penuh cobaan bagi kami sekeluarga. Awal dimana saya sudah tidak bersama lagi dengan adik saya, awal dimana saya sudah tidak mendengar lagi canda-tawa, lelucon serta ejekan-ejekan yang bisa mengusik ubun-ubun kepala saya sehingga akhirnya kita harus beratem dan berantem. Wawan maafkan saya kakak kamu yang tidak pernah memberikan apa-apa selama kamu hidup di dunia ini. Sampai pergi pun saya tidak melihat untuk yang terakhir kalinya, adik saya tercinta pergi untuk selama-lamanya meninggalkan suka dan duka yang mendalam dalam diri kami yang ditinggalkannya. Tidak ada lagi orang yang melindungi Saya, Papa, dan Mama. Tidak ada lagi ucapan-ucapan yang mengatakan “Wawan mau menjadi Insinyur”, Semua telah sirnah ditelan bumi. Selamat jalan Adikku tercinta semoga Kamu dapat beristirahat dengan damai di rumah Bapa. Amin






(Cerita ini dibuat untuk mengenang 13 Tahun F.X. Hendra Kurniawan pergi, “Kami semua mencintaimu Wawan, dan walaupun kepergianmu begitu mendadak tapi kami tetap mengingat dan menyimpannya di dalam hati kami”)